Selasa, 17 November 2015

MAKALAHPRINSIP-PRINSIP KEPEMILIKAN HARTA DALAM ISLAM



MAKALAH
“PRINSIP-PRINSIP KEPEMILIKAN HARTA DALAM ISLAM”
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Ayat dan Hadist Ekonomi Islam
Dosen Pengampu : Dr. Achmad Kholiq, M.A / Abdul Rohman Ismail


Disusun Oleh:
1.      Maya Ismaya Turohim
2.      Qona’ah Nurbayinah
3.      Robi Jaelani
Semester III

PRODI EKONOMI SYARIAH
SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM (STEI)
 AL-ISLAH  CIREBON
2015
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi atas segala limpahan rahmat dan hidayah_Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah  yang berjudul Prinsip-Prinsip Kepemilikan Harta Dalam Islam
Penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan ini masih banyak kekurangan. Hal ini merupakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Penulis akan sangat berterima kasih atas saran dan kritik yang sifatnya membangun, artinya masukan demi perbaikan penulisan dimasa yang akan datang sangat penulis harapkan.
Dalam penyusunan makalah  ini penulis mendapatkan bimbingan, bantuan dan dorongan dari semua pihak sehingga makalah  ini dapat diselesaikan. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
-          Bapak Dr. Achmad Kholiq, M.Ag dan  Bapak Abdul Rahman Ismail selaku Dosen Pengampu yang telah memberikan tugas, petunjuk kepada penulis sehingga penulis termotivasi dan menyelesaikan tugas ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan. Khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

Cirebon, 16 Oktober 2015


Tim Penyusun








DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ii
BAB I    PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.........................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................2
1.3 Tujuan ....................................................................................................2
BAB II    PEMBAHASAN
2.1 Prinsip-prinsip Kepemilikan Harta Dalam Islam....................................3
2.1.1  Pengertian harta dalam  islam.............................................................4
2.1.2 Hak milik dan Batasan-batasannya......................................................5
          2.1.3 Prinsip –prinsip keadilan dan pemerataaan kesejahteraan (Konsep
                     dalam Al-Qur’an dan Hadist)...........................................................6
BAB  III    PENUTUP
3.1 Kesimpulan...........................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA




















BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Telah menjadi sifat dasar bagi manusia untuk mempertahankan diri dan keturunannya. Dari sini akan lahir aneka dorongan, seperti kebutuhan sandang, pangan, papan, keinginan memiliki sesuatu dan hasrat untuk menonjol. Menurut M. Quraish, dorongan-dorongan yang timbul ini merupakan fitrah yang dapat dipahami dari penekanan Al-Qur’an dalam Q.S. Al-Imrân [3]: 14 dan itu pulalah yang melahirkan dorongan untuk bekerja.
Salah satu prinsip dasar bagi manusia adalah keyakinan bahwa setiap tingkah lakunya adalah cerminan dan manifestasi ibadah kepada Allah SWT Q.S. al-Dzâriyât [51]: 56. Ini berarti bahwa kegiatan ekonomi dan kepemilikan tidak dapat dipisahkan dengan prinsip tauhid yang mengajarkan kepada manusia bahwa hubungan kepada sesama manusia (hubungan horizontal), sama pentingnya dengan hubungan dengan Allah SWT (hubungan vertikal).
            Dalam arti manusia dalam melaksanakan aktivitas ekonominya harus berdasar kepada keadilan sosial yang bersumber dari Al-Qur‟an. Implikasi prinsip ini ialah kegiatan kepemilikan tidak terlepas dari prinsip ibadah kepada Allah SWT. Karena itu, kekayaan ekonomi haruslah digunakan untuk memenuhi segala kebutuhan hidup manusia guna meningkatkan pengabdiannya kepada Allah SWT. Prinsip tauhid juga berkaitan erat dengan aspek ekonomi dan pemilikan dalam Al-Qur‟an. Kepemilikan mutlak dalam Al-Qur‟an hanyalah milik Allah (Q.S.Al-Imrân [3]: 189), berbeda dengan kepemilikan dalam sistem ekonomi kapitalis dan komunis.
Al-Qur’an mensinergikan nilai-nilai positif dan meninggalkan nilai-nilai negatif dari komunisme dan kapitalisme serta memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada manusia untuk bekerja demi kelangsungan hidupnya.3 Setiap kepemilikan dari hasil pendapatan yang tidak selaras dengan prinsip tauhid merupakan hubungan yang tidak Islami.Oleh sebab itu, kepemilikan mutlak bagi manusia tidak dibenarkan dan bertentangan dengan prinsip tauhid.
Masalah pokok yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah bagaimana konsep kepemilikan dalam Al-Qur‟an dengan mengacu pada prinsip-prinsip dasar kepemilikan harta dalam islam.



1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Apa yang di maksud harta dalam islam?
1.2.2        Bagaimana hak milik dan batasan-batasan harta dalam islam?
1.2.3        Jelaskan prinsip-prinsip keadilan dan pemerataan kesejahteraan ?

1.3  Tujuan
1.3.1        Untuk mengetahui lebih jelas tentang harta dalam islam
1.3.2        Untuk mengetahui hak milik dan batasan-batasan harta dalam islam
1.3.3        Untuk mengetahui prinsip-prinsip keadilan dan pemerataan kesejahteraan















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Prinsip-Prinsip Kepemilikan Harta Dalam Islam
Kepemilikan adalah hubungan keterikatan antara seseorang dengan harta yang dikukuhkan dan dilegitimasi keabsahannya oleh syara’. Kata al-Milku digunakan untuk menunjukkan arti sesuatu yang dimiliki, seperti perkataan “Hadza milkii,” yang artinya ini adalah sesuatu milikku baik berupa barang atau kemanfaatan.
Paling tidak ada dua prinsip dasar kepemilikan yang diungkap Al-Qur’an. Pertama, kepemilikan mutlak hanya dimiliki oleh Allah SWT (Q.S. Al-Imrân [3]: 189) sedangkan kepemilikan manusia bersifat relatif (Q.S. al-Nisa [4]: 7). Berkaitan dengan kepemilikan manusia yang relatif tersebut, AM. Saefuddin menjelaskan cara manusia mendapatkan hak kepemilikan:
a. Kepemilikan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya ekonomi, bukan menguasai sumber daya tersebut. Seorang muslim yang tidak memanfaatkan atau memproduksi manfaat dari sumber-sumber yang diamanatkan Allah tersebut akan kehilangan hak atas sumber-sumber daya itu. Kepemilikan dalam konteks ini, berlaku terhadap pemilikan lahan atas tanah.
b. Kepemilikan hanya terbatas sepanjang orang itu masih hidup, dan bila orang itu meninggal, maka hak kepemilikannya harus didistribusikan kepada ahli warisnya. Hal ini didasarkan pada Q.S. al-Baqarah [2]: 180
"Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma`ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa."
c. Kepemilikan perorangan tidak dibolehkan terhadap sumber-sumber yang menyangkut kepentingan umum atau menjadi hajat hidup orang banyak. Sumber-sumber ini menjadi milik umum atau milik negara, tidak dapat dimiliki secara perorangan atau kelompok tertentu.
Prinsip dasar kedua yang dikemukakan Al-Qur‟an adalah kebolehan mencari, mengumpulkan dan memiliki harta kekayaan selama ia diakui sebagai karunia dan amanah Allah SWT. Al-Qur‟an tidak menentang kepemilikan harta sebanyak mungkin, bahkan Al-Qur‟an secara tegas dan berulang-ulang memerintahkan agar berupaya sungguh-sungguh dalam mencari rezki yang diistilahkan Al-Qur‟an dengan “fadhl Allâh”. (Q.S. al-Jumu„ah [62]: 10 ). Di ayat lain Al-Qur‟an menyebut harta kekayaan dengan term “khair” (Q.S. al-Baqarah [2]: 215, 272, 273; Q.S. Hûd [11]: 84; Q.S. al-Hajj [22]: 84). Ini berarti bahwa harta dinilai sebagai sesuatu yang baik. Karena itu, cara memperolehnya pun harus dengan cara yang baik. Harta kekayaan juga disebut dengan term “qiyâm” (Q.S. al-Nisâ‟ [4]: 4), dalam hubungan dengan amanat Al-Qur‟an untuk mengelola harta anak yatim yang belum cukup umur agar mendatangkan manfaat baginya.
Pencapaian usaha manusia memenuhi kebutuhan hidupnya menyebabkan manusia perlu memiliki alat pemenuhan untuk maksud tersebut. Hak milik pribadi bagi manusia merupakan hak yang harus dihormati oleh siapa pun. Sebab, hak ini telah ditetapkan pula sebagai hak dasar yang dimiliki setiap manusia. Hal ini dapat dilihat dalam berbagai pernyataan deklarasi yang mencantumkan hak milik sebagai hak dasar manusia.
2.1.1  Pengertian Harta Dalam Islam
Terdapat beberapa pengertian tentang harta. Dalam bahasa arab perkataan yang menunjukkan makna harta adalah al-Mal yang berasal dari perkataan mala yang berarti banyak harta. Dalam pengertian ini al-Mal ialah sesuatu yang dimiliki oleh para individu ataupun kelompok baik berupa benda, barang perdagangan, uang, maupun hewan. Sementara itu dalam bahasa inggris perkataan yang menunjukan pengertian tentang harta adalah property yang berarti sesuatu yang bisa dimiliki baik ia bisa di ras seperti bangunan ataupun yang tidak bisa di rasakan dalam bentuk fisik.[1]
Dalam istilah ilmu fiqih, dinyatakan oleh kalangan Hanafiyah bahwa harta itu adalah sesuatu yang digandrungi oleh tabiat manusia dan mungkin disimpan untuk digunakan saat dibutuhkan. Namun harta tersebut tidak akan bernilai kecuali bila dibolehkan menggunakannya secara syariat. Sedangkan Menurut Wahbah Zuhaili, secara urgerc, al maal didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat mendatangkan ketenangan, dan urg dimiliki oleh manusia dengan sebuah upaya (fi’il), baik sesuatu itu berupa dzat (materi) seperti; urger, lamera digital, hewan ternak, tumbuhan, dan lainnya. Atau pun berupa manfaat, seperti, kendaraan, atau pin tempat tinggal. Berdasarkan pengertian tersebut, harta meliputi segala sesuatu yang digunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari (duniawi), seperti uang, tanah, kendaraan, rumah, perhiasan, perabotan rumah tangga, hasil perkebunan, hasil perikan-lautan, dan pakaian termasuk dalam katagori al amwal. Islam sebagai agama yang benar dan sempurna memandang harta tidak lebih dari sekedar anugerah Allah swt yang dititipkan kepada manusia.[2]

2.1.2 Hak Milik dan Batasa-batasanya
Islam mengakui hak milik dan menjadikannya dasar nbangunan ekonomi. Itu akan terwujud apabila ia berjalan pada porosnya dan tidak keluar dari batasan Allah, di antaranya adalah memperoleh harta dengan jalan yang halal yang disyariatkan dan mengembangkannya dengan jalan yang halal yang di syariatkan pula.
Islam mengharamkan pemilik harta menggunakannya untuk membuat kerusakan di muka bumi dan membahayakan manusia, karena tatanan Islam mengajarkan prinsip laa dharara wa laa dhirara ( tidak membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain). Islam melarang manusia memakan harta dengan cara bathil.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”( An-Nisa : 29)
Adapun Kategori hak milik dapat di kelompokan atas :
1.      Hak Milik Individu, merupakan sesuatu yng mendasar, bersifat permanen, penting melekat pada eksistensi manusia, dan bukan merupakan fenomene sementara. Hak milik individu tidaklah mutlak, tetapi di batasi oleh kewajiban yng dibawanya. Individu dapat menikmati hak-haknya, tetapi ia juga mempunyai kewajiban tertentu terhadap masyarakat. Individu harus membuktikan bahwa ia hanyalah perwakilan dalm memegang harta, yang sebenarnya merupakan milik Allah. Di sisi lain Islam sangat moderat dalm memandang hak milik pribadi :
1)      Islam melindungi harta yang halal terutama milik kaum lemah
2)      Kewajiban individu menjaga harta pribadi dari ancaman bahaya
3)      Disyariatkan Barng temuan
4)      Hak milik yng dilindungi islam
5)      Melindungi hak pribadi dengan menjaga hak istikhlaf
6)      Mengakui pemilikan bersama terhadap bahan-bahan pokok.[3]
2.      Kepemilikan Umum atau kolektif dimungkinkan dalam ajaran Islam, yaitu jika suatu benda memang pemanfaatannya di peruntukan bagi masyarakat umum, karakteristik barang yang merupakan hak milik umum, seperti:
a)      Merupakan Fasilitas umum, di mana jika benda ini tidak ada dalam suatu negeri atau komunitas, maka akan menyebabkan sengketa dalm mencarinya;
b)      Bahan tambang yang relatif tidak terbatas jumlahnya;
c)      Sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh orang secara individual 9jalan, jembatan, irigasi, sungai, pelabuhan, dan lain-lain)
3.      Hak milik negara pada dasarnya juga merupakan hak milik umum, tetapi hak pengelolaanya menjadi wewenang pemerintah. Pemerintah mempunyai hak untuk mengelola hak milik ini karena iamerupakan representasi kepentingan rakyat hak milik negara dapat dialihkan menjadi hak milik individu jika memang kebijakan negara menghendaki demikian.[4]
2.1.3 Prinsip-Prinsip Keadilan dan Pemerataan Kesejahteraan
Aturan dalam memperoleh harta dan membelanjakan harta, didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Prinsip Sirkulasi dan perputaran. Artinya harta memiliki fungsi ekonomis yang harus senantiasa diberdayakan agar aktifitas ekonomi berjalan sehat. Maka harta harus berputar dan bergerak di kalangan masyarakat baik dalam bentuk konsumsi atau investasi.sarana yang diterapkan oleh syari’at untuk merealisasikan prinsip ini adalah dengan larangan menumpuk harta, monopoli terutama pada kebutuhan pokok, larangan riba, berjudi, menipu.
2. Prinsip jauhi konflik. Artinya harta jangan sampai menjadi konflik antar sesama manusia. Untuk itu diperintahkan aturan dokumentasi, pencatatan/akuntansi, al-isyhad/saksi, jaminan (rahn/gadai).
3. Prinsip Keadilan. Prinsip keadilan dimaksudkan untuk meminimalisasi kesenjangan sosial yang ada akibat perbedaan kepemilikan harta secara individu. Terdapat dua metode untuk merealisasikan keadilan dalam harta yaitu perintah untuk zakat infak shadaqah, dan larangan terhadap penghamburan (Israf/mubazir).[5]
Ayat-Ayat Al Qur’an Beserta Artinya dan Tafsir Yang Menerangkan Tentang Harta:
QS. ALI IMRAN : 186
“Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. jika kamu bersabar dan bertakwa, Maka Sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.”
·         Tafsir al-qur’an
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa Nabi Muhammad saw, dan pengikutnya akan ujian sebagaimana mereka telah uji dengan kesulitan di peperangan Uhud. Mereka akan diuji lagi mengenai harta dan dirinya. “sesungguhnya kamu akan diuji mengenai hartamu dan dirimu. Kamu akan berkorban dengan hartamu menghadapi musuhmu untuk menjunjung tinggi jerajat umatmu. Kamu akan meningkatkan perjuangan yang mengakibatkan hilangnya keluarga, teman-teman seperjuangan yang dicintai untuk membela yang hak. Kamu akan difitnah oleh orang yang diberi kitab dan dan orang-orang yang mempersekutukan Allah. Kamu akan mendengar dari mereka hal-hal yang menyakitkan hati, mengganggu ketentraman jiwa seperti fitnah zina yang dilancarkan oleh mereka terhadap siti’aisyah. Ia tertinggal dari rombongan Nabi saw ketika kembali dari satu peperangan, disuatu tempat karena mencari kalungnya yang hilang, kemudian datang safwan bin Mu’atta menjemputnya. Orang-orang yang munafik menuduh ‘Aisyah berzina dengan safwan.
·         Tafsir al- misbah
Perlu digarisbawahi dari redaksi ayat di atas, bahwa Allah menjadikan ujian dalam hal yang berkaitan dengan agama, sebagai ujian yang paling berat. Harta dan jiwa, pada tempatnya dikorbankan, jika agama telah tersentuh kehormatannya.
Di atas dikemukakan bahwa ayat ini mengandung hiburan. Hal ini dapat diuraikan dari dua segi. Yang pertama, karena ayat ini menetapkan bahwa ujian merupakan keniscayaan untuk semua orang. Sehingga siapa yang dihadapkan pada ujian , hendaknya dia menyadari bahwa dia bukan orang pertama dan terakhir mengalaminya. Ujian dan bencana yang dialami banyak orang akan menjadi lebih ringan dipikul dibandigkan bila ujian itu menimpa seorang. Yang kedua, penyampaian tentang keniscayaan ujian, merupakan persiapan mental menghadapinya, sehingga kedatangannya yang telah terduga itu, menjadikannya lebih ringan untuk dipikul.
Allah telah menjadikan harta sesuatu yang indah dalam pandangan manusia, manusia diberi tabiat alamiah mempunyai kecintaan terhadap harta. Hukum Islam memandang harta mempunyai nilai yang sangat strategis, karena harta merupakan alat dan sarana untuk memperoleh berbagai manfaat dan mencapai kesejahteraan hidup manusia sepanjang waktu. Hubungan manusia dengan harta sangatlah erat. Demikian eratnya hubungan tersebut sehingga naluri manusia untuk memilikinya menjadi satu dengan naluri mempertahankan hidup manusia itu sendiri. Justru harta termasuk salah satu hal penting dalam kehidupan manusia, karena harta termasuk unsur lima asas yang wajib dilindungi bagi setiap manusia (al-dharuriyyat al-khomsah) yaitu jiwa, akal, agama, harta dan keturunan.
Harta kekayaan sejatinya adalah milik Allah Subhana Wa Ta’ala. Sedangkan manusia adalah para hambanya dan kehidupan di dalamnya manusia bekerja, berkarya dan membangunnya dengan menggunakan harta Allah Subhana Wa Ta’ala. karena semua itu adalah milik-Nya, maka sudah seharusnya harta kekayaan meskipun terikat dengan nama orang tertentu dan dimanfaatkan untuk kepentingan mereka. Allah Subhana Wa Ta’ala berfirman,
Dia-lah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu”
Dengan begitu, berarti harta kekayaan memiliki fungsi sosial yang tujuannya adalah menyejahterakan masyarakat dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan serta kemaslahatan-kemaslahatannya. Jadi dengan begitu, kepemilikan individu di dalam pandangan Islam merupakan sebuah fungsi sosial. Syaikh Abu Zahrah berpandangan, bahwa tidak ada halangan untuk mengatakan bahwa kepemilikan adalah fungsi sosial. Akan tetapi harus diketahui  bahwa itu harus berdasarkan ketentuan Allah swt bukan ketentuan para hakim, karena mereka tidaklah selalu orang-orang yang adil.[6]










BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
·         Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diambil kesimpulan, Kepemilikan adalah hubungan keterikatan antara seseorang dengan harta yang dikukuhkan dan dilegitimasi keabsahannya oleh syara’. Kata al-Milku digunakan untuk menunjukkan arti sesuatu yang dimiliki, seperti perkataan “Hadza milkii,” yang artinya ini adalah sesuatu milikku baik berupa barang atau kemanfaatan. Paling tidak ada dua prinsip dasar kepemilikan yang diungkap Al-Qur’an. Pertama, kepemilikan mutlak hanya dimiliki oleh Allah SWT dan kepemilikan manusia bersifat relatif
·         Harta merupakan komponen pokok dalam kehidupan manusia, unsur dlaruri yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Dengan harta, manusia bisa memenuhi kebutuhannya, baik yang bersifat materi ataupun immateri.
Kepemilikan harta dalam Islam dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
1.      kepemilikan individu
2.      kepemilikan umum
3.      kepemilikan Negara
·         Aturan dalam memperoleh harta dan membelanjakan harta, didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.      Prinsip sirkulasi dan perputaran
2.      Prinsip Jauhi konflik
3.      Prinsip Keadilan
·         Allah telah menjadikan harta sesuatu yang indah dalam pandangan manusia, manusia diberi tabiat alamiah mempunyai kecintaan terhadap harta. Hukum Islam memandang harta mempunyai nilai yang sangat strategis, karena harta merupakan alat dan sarana untuk memperoleh berbagai manfaat dan mencapai kesejahteraan hidup manusia sepanjang waktu. Hubungan manusia dengan harta sangatlah erat. Demikian eratnya hubungan tersebut sehingga naluri manusia untuk memilikinya menjadi satu dengan naluri mempertahankan hidup manusia itu sendiri. Justru harta termasuk salah satu hal penting dalam kehidupan manusia, karena harta termasuk unsur lima asas yang wajib dilindungi bagi setiap manusia (al-dharuriyyat al-khomsah) yaitu jiwa, akal, agama, harta dan keturunan.




















DAFTAR PUSTAKA
Huda, Nurul. Heykal, Muhamad. 2010.  Lembaga Keuangan Islam dalam Tinjauan Teoritis dan Praktis. jakarta: Prenada Media Group
Qardhawi, Dr. Yusuf .1995.  Norma Dan Etika Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani.




[1] Huda, Nurul. Heykal, Muhamad. 2010.  Lembaga Keuangan Islam dalam Tinjauan Teoritis dan Praktis. jakarta: Prenada Media Group
[3] Qardhawi, Dr. Yusuf .1995.  Norma Dan Etika Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani.
[4] Huda, Nurul. Heykal, Muhamad. 2010.  Lembaga Keuangan Islam dalam Tinjauan Teoritis dan Praktis. jakarta: Prenada Media Group

1 komentar:

  1. How to make money from gambling: 10 tips to know - Work
    Learn how to make money betting on sports online for real money in the best ways possible. The goal of this game is หารายได้เสริม to make money playing

    BalasHapus