MAKALAH
“PRINSIP-PRINSIP
KEPEMILIKAN HARTA DALAM ISLAM”
Diajukan
untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Ayat dan Hadist Ekonomi Islam
Dosen Pengampu : Dr.
Achmad Kholiq, M.A / Abdul Rohman Ismail
Disusun
Oleh:
1. Maya
Ismaya Turohim
2. Qona’ah
Nurbayinah
3. Robi
Jaelani
Semester
III
PRODI
EKONOMI SYARIAH
SEKOLAH TINGGI EKONOMI ISLAM (STEI)
AL-ISLAH
CIREBON
2015
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah,
segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi atas segala
limpahan rahmat dan hidayah_Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Prinsip-Prinsip Kepemilikan Harta Dalam Islam”
Penulis
menyadari sepenuhnya dalam penulisan ini masih banyak kekurangan. Hal ini
merupakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Penulis
akan sangat berterima kasih atas saran dan kritik yang sifatnya membangun,
artinya masukan demi perbaikan penulisan dimasa yang akan datang sangat penulis harapkan.
Dalam penyusunan makalah ini penulis mendapatkan bimbingan, bantuan dan
dorongan dari semua pihak sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Untuk itu, penulis
menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
-
Bapak Dr. Achmad Kholiq, M.Ag dan
Bapak Abdul Rahman Ismail selaku Dosen Pengampu
yang telah memberikan tugas, petunjuk kepada penulis sehingga penulis termotivasi
dan menyelesaikan tugas ini.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan.
Khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Cirebon, 16
Oktober 2015
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ..........................................................................................i
|
DAFTAR
ISI ........................................................................................................ii
|
BAB
I PENDAHULUAN
|
1.1 Latar Belakang
Masalah.........................................................................1
|
1.2 Rumusan Masalah
..................................................................................2
|
1.3 Tujuan
....................................................................................................2
|
BAB
II PEMBAHASAN
2.1
Prinsip-prinsip Kepemilikan Harta Dalam Islam....................................3
|
2.1.1 Pengertian harta dalam islam.............................................................4
|
2.1.2 Hak
milik dan Batasan-batasannya......................................................5
|
2.1.3 Prinsip –prinsip keadilan dan pemerataaan kesejahteraan (Konsep
dalam Al-Qur’an dan
Hadist)...........................................................6
|
BAB III
PENUTUP
|
3.1 Kesimpulan...........................................................................................10
|
DAFTAR PUSTAKA
|
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Telah menjadi sifat dasar bagi manusia untuk
mempertahankan diri dan keturunannya. Dari sini akan lahir aneka dorongan,
seperti kebutuhan sandang, pangan, papan, keinginan memiliki sesuatu dan hasrat
untuk menonjol. Menurut M. Quraish, dorongan-dorongan yang timbul ini merupakan
fitrah yang dapat dipahami dari penekanan Al-Qur’an dalam Q.S. Al-Imrân [3]: 14
dan itu pulalah yang melahirkan dorongan untuk bekerja.
Salah satu prinsip dasar bagi manusia adalah
keyakinan bahwa setiap tingkah lakunya adalah cerminan dan manifestasi ibadah
kepada Allah SWT Q.S. al-Dzâriyât [51]: 56. Ini berarti bahwa kegiatan ekonomi
dan kepemilikan tidak dapat dipisahkan dengan prinsip tauhid yang mengajarkan
kepada manusia bahwa hubungan kepada sesama manusia (hubungan horizontal), sama
pentingnya dengan hubungan dengan Allah SWT (hubungan vertikal).
Dalam arti manusia dalam
melaksanakan aktivitas ekonominya harus berdasar kepada keadilan sosial yang
bersumber dari Al-Qur‟an. Implikasi prinsip ini ialah kegiatan kepemilikan
tidak terlepas dari prinsip ibadah kepada Allah SWT. Karena itu, kekayaan
ekonomi haruslah digunakan untuk memenuhi segala kebutuhan hidup manusia guna
meningkatkan pengabdiannya kepada Allah SWT. Prinsip tauhid juga berkaitan erat
dengan aspek ekonomi dan pemilikan dalam Al-Qur‟an. Kepemilikan mutlak dalam
Al-Qur‟an hanyalah milik Allah (Q.S.Al-Imrân [3]: 189), berbeda dengan
kepemilikan dalam sistem ekonomi kapitalis dan komunis.
Al-Qur’an mensinergikan nilai-nilai positif dan
meninggalkan nilai-nilai negatif dari komunisme dan kapitalisme serta
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada manusia untuk bekerja demi
kelangsungan hidupnya.3 Setiap kepemilikan dari hasil pendapatan yang tidak
selaras dengan prinsip tauhid merupakan hubungan yang tidak Islami.Oleh sebab
itu, kepemilikan mutlak bagi manusia tidak dibenarkan dan bertentangan dengan
prinsip tauhid.
Masalah
pokok yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah bagaimana konsep kepemilikan
dalam Al-Qur‟an dengan mengacu pada prinsip-prinsip dasar kepemilikan harta
dalam islam.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Apa yang di maksud harta dalam islam?
1.2.2
Bagaimana hak milik dan batasan-batasan
harta dalam islam?
1.2.3
Jelaskan prinsip-prinsip keadilan dan
pemerataan kesejahteraan ?
1.3 Tujuan
1.3.1
Untuk mengetahui lebih jelas tentang
harta dalam islam
1.3.2
Untuk mengetahui hak milik dan
batasan-batasan harta dalam islam
1.3.3
Untuk mengetahui prinsip-prinsip
keadilan dan pemerataan kesejahteraan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Prinsip-Prinsip Kepemilikan
Harta Dalam Islam
Kepemilikan adalah hubungan keterikatan antara seseorang dengan harta yang
dikukuhkan dan dilegitimasi keabsahannya oleh syara’. Kata al-Milku digunakan
untuk menunjukkan arti sesuatu yang dimiliki, seperti perkataan “Hadza milkii,”
yang artinya ini adalah sesuatu milikku baik berupa barang atau kemanfaatan.
Paling
tidak ada dua prinsip dasar kepemilikan yang diungkap Al-Qur’an. Pertama,
kepemilikan mutlak hanya dimiliki oleh Allah SWT (Q.S. Al-Imrân [3]: 189)
sedangkan kepemilikan manusia bersifat relatif (Q.S. al-Nisa [4]: 7). Berkaitan
dengan kepemilikan manusia yang relatif tersebut, AM. Saefuddin menjelaskan
cara manusia mendapatkan hak kepemilikan:
a.
Kepemilikan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya ekonomi, bukan
menguasai sumber daya tersebut. Seorang muslim yang tidak memanfaatkan atau
memproduksi manfaat dari sumber-sumber yang diamanatkan Allah tersebut akan
kehilangan hak atas sumber-sumber daya itu. Kepemilikan dalam konteks ini,
berlaku terhadap pemilikan lahan atas tanah.
b.
Kepemilikan hanya terbatas sepanjang orang itu masih hidup, dan bila orang itu
meninggal, maka hak kepemilikannya harus didistribusikan kepada ahli warisnya.
Hal ini didasarkan pada Q.S. al-Baqarah [2]: 180
"Diwajibkan
atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika
ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib
kerabatnya secara ma`ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang
bertakwa."
c.
Kepemilikan perorangan tidak dibolehkan terhadap sumber-sumber yang menyangkut
kepentingan umum atau menjadi hajat hidup orang banyak. Sumber-sumber ini
menjadi milik umum atau milik negara, tidak dapat dimiliki secara perorangan
atau kelompok tertentu.
Prinsip dasar kedua yang dikemukakan Al-Qur‟an
adalah kebolehan mencari, mengumpulkan dan memiliki harta kekayaan selama ia
diakui sebagai karunia dan amanah Allah SWT. Al-Qur‟an tidak menentang
kepemilikan harta sebanyak mungkin, bahkan Al-Qur‟an secara tegas dan
berulang-ulang memerintahkan agar berupaya sungguh-sungguh dalam mencari rezki
yang diistilahkan Al-Qur‟an dengan “fadhl Allâh”. (Q.S. al-Jumu„ah [62]:
10 ). Di ayat lain Al-Qur‟an menyebut harta kekayaan dengan term “khair”
(Q.S. al-Baqarah [2]: 215, 272, 273; Q.S. Hûd [11]: 84; Q.S. al-Hajj [22]: 84).
Ini berarti bahwa harta dinilai sebagai sesuatu yang baik. Karena itu, cara
memperolehnya pun harus dengan cara yang baik. Harta kekayaan juga disebut
dengan term “qiyâm” (Q.S. al-Nisâ‟ [4]: 4), dalam hubungan dengan
amanat Al-Qur‟an untuk mengelola harta anak yatim yang belum cukup umur agar
mendatangkan manfaat baginya.
Pencapaian
usaha manusia memenuhi kebutuhan hidupnya menyebabkan manusia perlu memiliki
alat pemenuhan untuk maksud tersebut. Hak milik pribadi bagi manusia merupakan
hak yang harus dihormati oleh siapa pun. Sebab, hak ini telah ditetapkan pula
sebagai hak dasar yang dimiliki setiap manusia. Hal ini dapat dilihat dalam
berbagai pernyataan deklarasi yang mencantumkan hak milik sebagai hak dasar
manusia.
2.1.1 Pengertian Harta Dalam Islam
Terdapat
beberapa pengertian tentang harta. Dalam bahasa arab perkataan yang menunjukkan
makna harta adalah al-Mal yang berasal dari perkataan mala yang berarti banyak
harta. Dalam pengertian ini al-Mal ialah sesuatu yang dimiliki oleh para
individu ataupun kelompok baik berupa benda, barang perdagangan, uang, maupun
hewan. Sementara itu dalam bahasa inggris perkataan yang menunjukan pengertian
tentang harta adalah property yang berarti sesuatu yang bisa dimiliki baik ia
bisa di ras seperti bangunan ataupun yang tidak bisa di rasakan dalam bentuk
fisik.[1]
Dalam
istilah ilmu fiqih, dinyatakan oleh kalangan Hanafiyah bahwa harta itu adalah
sesuatu yang digandrungi oleh tabiat manusia dan mungkin disimpan untuk
digunakan saat dibutuhkan. Namun harta tersebut tidak akan bernilai kecuali
bila dibolehkan menggunakannya secara syariat. Sedangkan Menurut Wahbah
Zuhaili, secara urgerc, al maal didefinisikan sebagai segala
sesuatu yang dapat mendatangkan ketenangan, dan urg dimiliki oleh manusia
dengan sebuah upaya (fi’il), baik sesuatu itu berupa dzat (materi)
seperti; urger, lamera digital, hewan ternak, tumbuhan, dan lainnya. Atau pun
berupa manfaat, seperti, kendaraan, atau pin tempat tinggal. Berdasarkan pengertian tersebut, harta
meliputi segala sesuatu yang digunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari
(duniawi), seperti uang, tanah, kendaraan, rumah, perhiasan, perabotan rumah
tangga, hasil perkebunan, hasil perikan-lautan, dan pakaian termasuk dalam
katagori al amwal. Islam sebagai agama yang benar dan sempurna
memandang harta tidak lebih dari sekedar anugerah Allah swt yang dititipkan
kepada manusia.[2]
2.1.2 Hak Milik dan
Batasa-batasanya
Islam
mengakui hak milik dan menjadikannya dasar nbangunan ekonomi. Itu akan terwujud
apabila ia berjalan pada porosnya dan tidak keluar dari batasan Allah, di
antaranya adalah memperoleh harta dengan jalan yang halal yang disyariatkan dan
mengembangkannya dengan jalan yang halal yang di syariatkan pula.
Islam
mengharamkan pemilik harta menggunakannya untuk membuat kerusakan di muka bumi
dan membahayakan manusia, karena tatanan Islam mengajarkan prinsip laa dharara wa laa dhirara ( tidak
membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain). Islam melarang manusia
memakan harta dengan cara bathil.
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”( An-Nisa : 29)
Adapun
Kategori hak milik dapat di kelompokan atas :
1. Hak
Milik Individu, merupakan sesuatu yng mendasar, bersifat permanen, penting
melekat pada eksistensi manusia, dan bukan merupakan fenomene sementara. Hak
milik individu tidaklah mutlak, tetapi di batasi oleh kewajiban yng dibawanya.
Individu dapat menikmati hak-haknya, tetapi ia juga mempunyai kewajiban
tertentu terhadap masyarakat. Individu harus membuktikan bahwa ia hanyalah perwakilan
dalm memegang harta, yang sebenarnya merupakan milik Allah. Di sisi lain Islam
sangat moderat dalm memandang hak milik pribadi :
1) Islam
melindungi harta yang halal terutama milik kaum lemah
2) Kewajiban
individu menjaga harta pribadi dari ancaman bahaya
3) Disyariatkan
Barng temuan
4) Hak
milik yng dilindungi islam
5) Melindungi
hak pribadi dengan menjaga hak istikhlaf
6) Mengakui
pemilikan bersama terhadap bahan-bahan pokok.[3]
2. Kepemilikan
Umum atau kolektif dimungkinkan dalam ajaran Islam, yaitu jika suatu benda memang
pemanfaatannya di peruntukan bagi masyarakat umum, karakteristik barang yang
merupakan hak milik umum, seperti:
a) Merupakan
Fasilitas umum, di mana jika benda ini tidak ada dalam suatu negeri atau
komunitas, maka akan menyebabkan sengketa dalm mencarinya;
b) Bahan
tambang yang relatif tidak terbatas jumlahnya;
c) Sumber
daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh orang
secara individual 9jalan, jembatan, irigasi, sungai, pelabuhan, dan lain-lain)
3. Hak
milik negara pada dasarnya juga merupakan hak milik umum, tetapi hak
pengelolaanya menjadi wewenang pemerintah. Pemerintah mempunyai hak untuk
mengelola hak milik ini karena iamerupakan representasi kepentingan rakyat hak
milik negara dapat dialihkan menjadi hak milik individu jika memang kebijakan
negara menghendaki demikian.[4]
2.1.3 Prinsip-Prinsip Keadilan dan
Pemerataan Kesejahteraan
Aturan dalam memperoleh harta dan membelanjakan harta,
didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Prinsip Sirkulasi dan perputaran. Artinya
harta memiliki fungsi ekonomis yang harus senantiasa diberdayakan agar
aktifitas ekonomi berjalan sehat. Maka harta harus berputar dan bergerak di
kalangan masyarakat baik dalam bentuk konsumsi atau investasi.sarana yang
diterapkan oleh syari’at untuk merealisasikan prinsip ini adalah dengan
larangan menumpuk harta, monopoli terutama pada kebutuhan pokok, larangan riba,
berjudi, menipu.
2. Prinsip jauhi konflik. Artinya harta jangan
sampai menjadi konflik antar sesama manusia. Untuk itu diperintahkan aturan
dokumentasi, pencatatan/akuntansi, al-isyhad/saksi, jaminan (rahn/gadai).
3. Prinsip Keadilan. Prinsip keadilan
dimaksudkan untuk meminimalisasi kesenjangan sosial yang ada akibat perbedaan
kepemilikan harta secara individu. Terdapat dua metode untuk merealisasikan
keadilan dalam harta yaitu perintah untuk zakat infak shadaqah, dan larangan
terhadap penghamburan (Israf/mubazir).[5]
Ayat-Ayat Al Qur’an Beserta Artinya dan Tafsir Yang Menerangkan Tentang
Harta:
QS. ALI IMRAN : 186
“Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan
dirimu. dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang
diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah,
gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. jika kamu bersabar dan bertakwa,
Maka Sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.”
·
Tafsir al-qur’an
Dalam ayat ini Allah menjelaskan
bahwa Nabi Muhammad saw, dan pengikutnya akan ujian sebagaimana mereka telah
uji dengan kesulitan di peperangan Uhud. Mereka akan diuji lagi mengenai harta
dan dirinya. “sesungguhnya kamu akan diuji mengenai hartamu dan dirimu. Kamu
akan berkorban dengan hartamu menghadapi musuhmu untuk menjunjung tinggi
jerajat umatmu. Kamu akan meningkatkan perjuangan yang mengakibatkan hilangnya
keluarga, teman-teman seperjuangan yang dicintai untuk membela yang hak. Kamu
akan difitnah oleh orang yang diberi kitab dan dan orang-orang yang
mempersekutukan Allah. Kamu akan mendengar dari mereka hal-hal yang menyakitkan
hati, mengganggu ketentraman jiwa seperti fitnah zina yang dilancarkan oleh
mereka terhadap siti’aisyah. Ia tertinggal dari rombongan Nabi saw ketika
kembali dari satu peperangan, disuatu tempat karena mencari kalungnya yang
hilang, kemudian datang safwan bin Mu’atta menjemputnya. Orang-orang yang
munafik menuduh ‘Aisyah berzina dengan safwan.
·
Tafsir al- misbah
Perlu digarisbawahi dari redaksi
ayat di atas, bahwa Allah menjadikan ujian dalam hal yang berkaitan dengan
agama, sebagai ujian yang paling berat. Harta dan jiwa, pada tempatnya
dikorbankan, jika agama telah tersentuh kehormatannya.
Di atas dikemukakan bahwa ayat ini
mengandung hiburan. Hal ini dapat diuraikan dari dua segi. Yang pertama, karena
ayat ini menetapkan bahwa ujian merupakan keniscayaan untuk semua orang.
Sehingga siapa yang dihadapkan pada ujian , hendaknya dia menyadari bahwa dia
bukan orang pertama dan terakhir mengalaminya. Ujian dan bencana yang dialami
banyak orang akan menjadi lebih ringan dipikul dibandigkan bila ujian itu
menimpa seorang. Yang kedua, penyampaian tentang keniscayaan ujian, merupakan
persiapan mental menghadapinya, sehingga kedatangannya yang telah terduga itu,
menjadikannya lebih ringan untuk dipikul.
Allah telah
menjadikan harta sesuatu yang indah dalam pandangan manusia, manusia diberi tabiat
alamiah mempunyai kecintaan terhadap harta. Hukum Islam memandang harta
mempunyai nilai yang sangat strategis, karena harta merupakan alat dan sarana
untuk memperoleh berbagai manfaat dan mencapai kesejahteraan hidup manusia
sepanjang waktu. Hubungan manusia dengan harta sangatlah erat. Demikian
eratnya hubungan tersebut sehingga naluri manusia untuk memilikinya menjadi
satu dengan naluri mempertahankan hidup manusia itu sendiri. Justru harta
termasuk salah satu hal penting dalam kehidupan manusia, karena harta termasuk
unsur lima asas yang wajib dilindungi bagi setiap manusia (al-dharuriyyat
al-khomsah) yaitu jiwa, akal, agama, harta dan keturunan.
Harta kekayaan sejatinya adalah milik Allah Subhana Wa Ta’ala. Sedangkan
manusia adalah para hambanya dan kehidupan di dalamnya manusia bekerja,
berkarya dan membangunnya dengan menggunakan harta Allah Subhana Wa Ta’ala.
karena semua itu adalah milik-Nya, maka sudah seharusnya harta kekayaan
meskipun terikat dengan nama orang tertentu dan dimanfaatkan untuk kepentingan
mereka. Allah Subhana Wa Ta’ala berfirman,
“Dia-lah Allah yang menjadikan segala yang
ada di bumi untuk kamu”
Dengan
begitu, berarti harta kekayaan memiliki fungsi sosial yang tujuannya adalah
menyejahterakan masyarakat dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan serta
kemaslahatan-kemaslahatannya. Jadi dengan begitu, kepemilikan individu di dalam
pandangan Islam merupakan sebuah fungsi sosial. Syaikh Abu Zahrah
berpandangan, bahwa tidak ada halangan untuk mengatakan bahwa kepemilikan
adalah fungsi sosial. Akan tetapi harus diketahui bahwa itu harus
berdasarkan ketentuan Allah swt bukan ketentuan para hakim, karena mereka
tidaklah selalu orang-orang yang adil.[6]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
·
Berdasarkan penjelasan
di atas maka dapat diambil kesimpulan,
Kepemilikan adalah hubungan keterikatan antara seseorang dengan harta yang
dikukuhkan dan dilegitimasi keabsahannya oleh syara’. Kata al-Milku digunakan
untuk menunjukkan arti sesuatu yang dimiliki, seperti perkataan “Hadza milkii,”
yang artinya ini adalah sesuatu milikku baik berupa barang atau kemanfaatan. Paling
tidak ada dua prinsip dasar kepemilikan yang diungkap Al-Qur’an. Pertama,
kepemilikan mutlak hanya dimiliki oleh Allah SWT dan kepemilikan manusia
bersifat relatif
·
Harta merupakan
komponen pokok dalam kehidupan manusia, unsur dlaruri yang
tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Dengan harta, manusia bisa memenuhi
kebutuhannya, baik yang bersifat materi ataupun immateri.
Kepemilikan harta dalam Islam dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
1.
kepemilikan individu
2.
kepemilikan umum
3.
kepemilikan Negara
·
Aturan dalam memperoleh harta dan membelanjakan harta,
didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
Prinsip sirkulasi dan
perputaran
2.
Prinsip Jauhi konflik
3.
Prinsip Keadilan
·
Allah telah menjadikan harta sesuatu yang indah dalam
pandangan manusia, manusia diberi tabiat alamiah mempunyai kecintaan terhadap
harta. Hukum Islam memandang harta mempunyai nilai yang sangat strategis,
karena harta merupakan alat dan sarana untuk memperoleh berbagai manfaat dan
mencapai kesejahteraan hidup manusia sepanjang waktu. Hubungan manusia
dengan harta sangatlah erat. Demikian eratnya hubungan tersebut sehingga naluri
manusia untuk memilikinya menjadi satu dengan naluri mempertahankan hidup manusia
itu sendiri. Justru harta termasuk salah satu hal penting dalam kehidupan
manusia, karena harta termasuk unsur lima asas yang wajib dilindungi bagi
setiap manusia (al-dharuriyyat al-khomsah) yaitu jiwa, akal, agama, harta dan
keturunan.
DAFTAR PUSTAKA
Huda,
Nurul. Heykal, Muhamad. 2010. Lembaga Keuangan Islam dalam Tinjauan
Teoritis dan Praktis. jakarta: Prenada Media Group
Qardhawi,
Dr. Yusuf .1995. Norma Dan Etika Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani.
[1] Huda, Nurul.
Heykal, Muhamad. 2010. Lembaga Keuangan Islam dalam Tinjauan
Teoritis dan Praktis. jakarta: Prenada Media Group
[2] http://syariah99.blogspot.co.id/2014/04/harta-pengertian-kedudukan-fungsinya.html diakses pada tanggal 15 Oktober 2015 pukul 15.00
[3] Qardhawi, Dr.
Yusuf .1995. Norma Dan Etika Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani.
[4] Huda, Nurul.
Heykal, Muhamad. 2010. Lembaga Keuangan Islam dalam Tinjauan
Teoritis dan Praktis. jakarta: Prenada Media Group
Diakses tanggal 16 Oktober 2015 pukul 13.00
[6] http://amrianidris.blogspot.co.id/2014/06/konsep-harta-dan-kepemilikan-dalam-islam.html di
akses tanggal 19 oktober 2015 pukul 14.00